Thursday 26 January 2017

Lagu itu

Gambar terkait

Dua puluh tujuh Januari sebelas tahun yang lalu, pukul 2 siang waktu itu, lewat sebuah percakapan singkat lewat telepon berakhirlah cerita aku dan kamu. Langit mendung seolah menambah dramatis siang itu. Aku masih muda, sangat muda dan naif. Terlalu percaya pada dongeng dan kisah-kisah romantis. Terlalu bodoh hingga menganggap bahwa dia adalah satu yang terbaik. Air mata tumpah begitu saja, kala itu. Sakit tentunya. Namun setelah siang itu, empat tahun kemudian. Aku tahu bahwa tak adanya gunanya menangisi yang telah pergi, tak ada gunanya menyesali seburuk apapun hal yang telah terjadi. Setelah siang itu, empat tahun kemudian, aku berjanji, pada diriku sendiri, untuk tidak lagi menangisi dia, mengangisi sosoknya yang tak lagi sama. Aku tak akan menangisi memori-memori kebersamaan kita. Tidak akan menangisi lagu-lagu sendu yang sempat dia nyanyikan saat kita masih bersama. Sebuah janji konyol. Tapi kenyataannya tidak mudah. Tidak mudah untuk move on jika dia pernah kamu harapkan menjadi selamanya. Butuh waktu, bahkan untuk sekedar menyebut namanya dan tidak berkaca-kaca. Sebuah janji yang kekanak-kanakan. Tidak dewasa. Tapi toh aku bisa. Hari ini, enam tahun berlalu setelah aku membuat janji itu. Aku menepatinya, masih bisa menjaga air mataku dari dia.

No comments:

Post a Comment